Harianteks.com | TANJAB BARAT – Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Tanjung Jabung Barat, tengah menjadi pusat perhatian berbagai kalangan. Hal ini menyusul tudingan serius terkait diskriminasi dalam pengundangan media saat meliput tahapan Pemilu yang berlangsung di Daerah tersebut.
Aktivis dan insan Pers mempertanyakan keterbukaan KPU setelah beberapa kegiatan Pemilu dihelat di Hotel-hotel tanpa pelibatan yang merata dari seluruh media.
Keluhan ini mencuat setelah sejumlah Wartawan, terutama dari Media Nasional, mendapati bahwa hanya segelintir media yang diundang dan diberikan akses untuk meliput agenda KPU.
Wartawan yang merasa diabaikan menilai langkah ini tidak hanya tidak adil, tetapi juga melanggar semangat transparansi yang seharusnya dijaga oleh penyelenggara Pemilu.
“Kenapa KPU Tanjab Barat hanya memberikan informasi kepada beberapa media saja..??, Kami adalah mitra kerja, namun terkesan diabaikan,” tegas salah Satu Wartawan yang enggan disebut namanya.
Kritik semakin keras setelah perwakilan Media Nasional Reformasi Bangsa bertemu dengan Ketua KPU Tanjab Barat, M. Rum, pada Rabu (18/09/2024).
Dalam pertemuan tersebut, Ketua KPU secara terang-terangan mengakui bahwa pengundangan media memang dilakukan berdasarkan order dan media yang tidak tercantum dalam daftar order KPU otomatis tidak akan diundang.
“Kalau anda tidak mendapat order dari KPU, berarti nama media anda tidak tercantum dalam daftar yang dibayarkan. Semua itu harus melalui tahapan order dari KPU,” kata M. Rum, mengisyaratkan bahwa ada seleksi khusus terhadap media yang dilibatkan dalam peliputan kegiatan.
Pernyataan ini memicu reaksi keras dari kalangan Aktivis yang menilai bahwa tindakan KPU tersebut mencederai prinsip transparansi dan keterbukaan informasi.
Mereka menuntut KPU Tanjab Barat untuk memperbaiki kebijakan pengundangan media agar tidak ada kesan tebang pilih, yang dapat merusak kredibilitas Pemilu di mata Publik.
Uang yang digunakan oleh KPU dalam menjalankan tahapan Pemilu merupakan Anggaran Negara yang berasal dari pajak rakyat. Oleh karena itu, tidak ada alasan untuk menutup akses informasi terhadap media, yang merupakan jembatan utama antara penyelenggara Pemilu dan masyarakat.
Dalam iklim Demokrasi yang sehat, keterbukaan informasi adalah kunci utama. Jika KPU Tanjab Barat tidak segera memperbaiki kebijakan ini, kekhawatiran Publik terhadap integritas Pemilu di wilayah tersebut akan semakin meningkat.
Diskriminasi terhadap media hanya akan menimbulkan kecurigaan bahwa ada agenda tersembunyi yang coba dilindungi.
Seluruh masyarakat berhak mendapatkan informasi yang transparan mengenai jalannya Pemilu dan KPU, sebagai lembaga independen, wajib memastikan semua pihak, terutama media, mendapatkan akses yang sama dalam meliput proses Demokrasi ini.(*)
Editor : Benny