LIPUTAN I Kupang
Harianteks.com,KUPANG_Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Cabang Kupang ST. Fransiskus Xaverius melaksanakan mimbar bebas dan panggung perjuangan dalam rangka memperinagati hari HAM sedunia yang ke – 74 tahun.
Kegiatan ini dilaksanakan depan Marga PMKRI Cabang Kupang jalan Jendral Soeharto 63. senin,(12/12/22)
Weli Waldus selaku Presidium Gerakan Kemasyarakan PMKRI Cabang Kupang Periode 2022/2023 mengatakan bahwa sejak seorang manusia berada dalam kandungan dia punya hak untuk hidup yang layak dan tidak bisa dirampas atau diambil oleh siapa saja.
Hak Asasi Manusia merupakan hak yang dianugerahkan oleh Tuhan Yang Maha Esa kepada setiap individu di bumi.
“Setiap orang wajib menjaga, melindungi serta menghormati hak setiap orang” tegas Weli Waldus pria asal Kabupaten Manggarai Barat tersebut.
HAM juga telah diatur dalam undang-undang nomer 39 tahun 1999, menjelaskan bahwa hak asasi manusia merupakan seperangkat haknya telah melekat pada setiap individu sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan wajib dijunjung tinggi, dihormati dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang.
Realitas yang terjadi hari ini di Provinsi Nusa Tenggara Timur ada begitu banyak persoalan pelanggaran HAM yang belum diselesaikan dengan benar sesuai undang – undang yang berlaku oleh institusi – institusi terkait.
PMKRI Cabang Kupang sebagai organisasi pergerakan tentu menjalankan fungsi control untuk melihat serta terlibat dalam memperjuangkan hak – hak kaum tertindas, lanjut Weli.
Kegiatan ini PMKRI Cabang Kupang fokus pada tiga persoalan pelanggaran HAM di NTT yang sampai hari ini masih hangat diperbincangkan oleh publik, yaitu kasus penembakan warga sipil Natarius Gerson Lau (NGL) oleh oknum anggota Polres Belu,
Pelanggaran HAM Pubabu-Besipae dan pembakaran mahasiswa asal Sumba yang terjadi di Liliba Kota Kupang.
Penembakan Warga Sipil (NGL) Oleh Oknum Anggota Polres Belu
Peristiwa penembakan yang dilakukan anggota buzer Polres Belu menewaskan korban Natarius Gerson Lau (NGL) pada 27 September 2022 lalu.
Bagi PMKRI Cabang Kupang dalam proses penangkapan seorang Daftar Pencarian Orang (DPO) terduga pelaku pengeroyokan, tidak bisa dibenarkan ketika anggota kepolisian melepaskan tembakan sampai mengakibatkan kehilangan nyawa.
Dikatakan, seseorang yang hendak ditangkap hal ini merujuk pada peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia No.8 Tahun 2009 Tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia (HAM).
Dalam Penyelenggaran Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia BAB 1 Ketentuan Umum Pasal 1 ayat 13 yang dengan tegas mengatakan, senjata adalah segala jenis peralatan standar kepolisian yang dapat digunakan oleh petugas Polri untuk melaksanakan tugasnya guna melakukan upaya melalui tindakan melumpuhkan, menghentikan, menghambat tindakan seseorang atau sekelompok orang.
“Artinya, penggunaan senjata tidak untuk membunuh orang atau masyarakat sipil yang dalam kasus ini tidak melakukan perlawanan,” Ungkap Weli.
Rujukan lain, terdapat pada BAB II Instrumen Perlindungan HAM Pasal 9 ayat 1. Dalam menerapkan tugas pelayanan dan perlindungan terhadap warga masyarakat setiap anggota Polri wajib memperhatikan asas legalitas, asas nesitas dan asas proporsionalitas.
Kasus ini tentu menambah catatan presenden buruk institusi Polri, jikalau ini dibiarkan maka citra institusi Polri akan semakin busuk dan kehilangan kepercayaan masyarakat.
Hal penting yang masyarakat NTT perlu ketahui adalah tembakan yang ditujukan kepada korban, secara Standart Operasional Prosedural (SOP) Kepolisian.
Harusnya tembakan itu bertujuan untuk melumpuhkan target (korban), siapapun anggota kepolisian yang mengeluarkan tembakan itu hanya untuk melumpuhkan target (korban), karena itu sasaran tembakan tida.
Editor I Abdul Az
Reporter I Rino Mesak